11 Oktober 2019

Cara Menjalani Hidup supaya Tenang dengan Islamic Worldview

Assalamualaikum, temen-temen! Apa kabar? Semoga sehat dan selalu berada dalam lindungan Allah swt, ya! 

Temen-temen pernah kepikiran gak, gimana sih caranya ngejalanin hidup ini supaya tenang? Jika ada problem, kita bisa tetep santuy gak panik atau terjatuh gak bisa bangkit lagi. 

Ust Wido Supraha (Twitter @supraha)

Nah, postingan kali ini aku mau sharing nasihat-nasihat yang aku dapet dari Ust. Wido Supraha. Beliau merupakan dosen Sekolah Pascasarjana, Universitas Ibn Khaldun Bogor. 





Dari penjelasan beliau, aku memahami bahwa segala aktivitas manusia, segala keputusan yang dia ambil, bersumber dari cara manusia itu memandang dunia ini. Contohnya Superman. Tokoh superhero yang kuat banget, bahkan ampe gak mati-mati kan tuh. Ketika ditelusuri, ternyata Superman itu asalnya dari konsepnya Friedrich Nietzsche yaitu Übermensch. 

Beliau cerita, dulu tuh kan di Eropa lagi berada dalam Dark Age. Perkembangan sains terhalang oleh ajaran-ajaran gereja. Misalnya, pertentangan apakah bumi yang mengelilingi matahari atau matahari mengelilingi bumi. Terus misalnya, perempuan itu dianggap sebagai "laki-laki yang gagal", nenek sihir, bahkan sumber dosa. 

Gara-gara itu, akhirnya banyak orang yang memisahkan antara agama dengan sains. Pandangan mereka terhadap dunia jauh dari tuntunan agamanya. Nah, Islam datang dah tuh, untuk memberi alternatif kepada dunia yang view-nya misah dari agama. Makanya, di Universitas Ibn Khaldun (UIKA) ada mata kuliah "Islamic World-view." 

Kata Ustaz Wido, "Pecinta Alquran akan cinta dengan sains." So, tidak ada tuh yang namanya pertentangan antara agama dan sains. Makanya, kalo di UIKA, kita sebut "Islamisasi Sains." 

Maka, sebagai seorang Muslim, kita punya prinsip, kalau kita tidak menggunakan pandangan Islam, maka kita malah akan pakai pandangan selain dari Islam. Sehingga dalam bermasyarakat, kita bermain untuk kuat-kuatan menarasikan pemikiran (ghazwul fikr). 

Menurut Islamic World-view, sebagai seorang Muslim, kita tidak punya istilah netral. Kita harus ambil pilihan dan paham konsekuensinya. Nah ini nih, paham konsekuensi. Menurutku, inilah yang salah satunya bisa bikin kita tenang ngejalanin hidup. 

Btw, kenapa gak ada istilah netral? Coba nih. Misalnya lagi pemilu. Terus, dia golput, gak mau milih. Sebenarnya, golput bukan berarti netral. Golput artinya ya memilih siapapun yang terpilih. Dan lain-lainnya lah ya. Coba komen, apalagi contohnya yang dianggep "netral" tapi sebenernya gak netral. Hehehe. 

Istilah Islamic Worldview (Ust. Wido Supraha)

Istilah Islamic World-view ini juga sudah pernah diutarakan oleh beberapa tokoh. Abul A'la Maududi menyebutnya Islami Nazariat. Sayyid Qutb menyebutnya Tashawwur al-Islamiy. Syed Muhammad Naquib al-Attas menyebutnya Ru'yat al-Islam lil Wujud. 

Gimana caranya supaya kita bisa memandang dunia menggunakan nilai-nilai Islam? Tentunya, harus belajar. Dan, Ustaz Wido berpesan, belajar agama harus diawali dengan kesediaan dan kesiapan untuk berpikir mendalam. 

Jadi, seorang muslim itu ya diajak untuk selalu berpikir. Gak ada tuh istilah, "kosongkan pikiranmu." Nabi Muhammad aja kan, di tahun-tahun sebelum menjadi Nabi, beliau menyepi di gua di tempat yang tinggi, beliau berpikir. Istilahnya mah, berfilsafat. Berpikir secara mendalam. Mikirin umat. 

Kemudian, turun deh tuh wahyu. "Bacalah" ayat pertamanya. Kita disuruh baca. Meskipun Alquran yang turun baru 5 ayat, kita disuruh baca. Baca apa? Ternyata, bukan hanya baca kitab, tapi maknanya, kita juga harus bisa baca "ayat-ayat kauniah" alias tanda-tanda alam. Gunung-gunung, matahari, bulan, bintang, hewan-hewan, tetumbuhan. Betapa semuanya menjadi tanda kebesaran Allah, ya kan? 

Makanya, supaya kita bisa berpikir secara Islami, kita harus memahami Alquran. Karena kalau tidak dari Alquran, maka yang muncul adalah dari hawa nafsu. Dari hal-hal besar, sampai hal-hal kecil. Berapa ayat dalam Alquran? Berapa kata dalam Alquran? Berapa huruf dalam Alquran? Kita harus tau. Sampai ke detail kecilnya. 

Ayat, Kata, Huruf dalam Alquran (Ust. Wido Supraha)

Rasulullah saw bersabda, "Aku tidak mengatakan ‘alif laam miim’ itu satu huruf, akan tetapi, Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf" (HR Tirmidzi). Ini jadi bukti, bahwa hal-hal kecil seperti huruf dalam Alquran pun, seyogyanya menajdi perhatian bagi seorang muslim. Apalagi kan dalam bahwa Arab, banyak huruf tunggal yang memiliki arti. Wa artinya dan. Fa artinya maka. Bi artinya dengan. 

Allah berfirman dalam Alquran surat Sad ayat 29, "Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran." 

Memperhatikan di sana katanya itu berupa tadabur, dan mendapat  pelajaran itu tazakkur. Ketika kita sudah tadabur dan tazakur, maka kita akan bergelar Ulul Albab, "orang-orang yang mempunyai pikiran." Makin jelas kan, bahwa sebagai muslim, kita tuh harus mikir. Harus aktif make otak kita buat ngambil pelajaran. 

Ayat Makiyah dan Ayat Madaniyah (Ust. Wido Supraha)

Sekarang, Alquran turun berapa lama sejak Rasulullah saw menerima wahyu pertama? 22 tahunan lebih lah ya. Dari usia 40 tahun sampai 63 tahun. Alquran ini turun ada yang ketika Rasulullah menetap di Makkah, disebut makiyah, ada juga yang ketika di Madinah, disebut madaniyah. 

Tau gak, ketika di Makkah, yang turun tuh ayat-ayatnya seputar apa? Seputah Tuhan, wahyu, Nabi, kebenaran, kebahagiaan, dunia rizqi, adab, ilmu. Kemudian di Madinah, ayat-ayat yang turun seputar syariat. Kira-kira kenapa ya? Karena kalo melihat timeline ini kan, syariat itu beban. Rasul baru mendapat perintah puasa, umur 55 tahun. Mendapat perintah haji, umur 62. Makin tua, makin berat. 

Ternyata, ada rahasianya. Islam mengajarkan segala sesuatu, ada takarannya. Selama 13 tahun, Rasul menyampaikan wahyu dari Allah kepada para sahabat, yang berkaitan dengan kita mengenal Allah. Mengenal konsep Islam memandang kehidupan dunia ini. 

Ketika sudah mengenal Allah, maka beban seberat apapun, akan terasa ringan! Puasa umur 55 berat gak? Ya jadi ringan. Haji umur 62? Ya jadi ringan. Semua karena mengenal Allah, yang menyebabkan kita muncul keberanian, motivasi dan ketenangan. 

Yakin deh, kalo belum kenal Allah, rasanya ngelakuin ibadah tuh pasti berat. Disuruh puasa, duh rasanya laper mulu! Disuruh salat, malah jadi males-malesan. Makanya, nomor satu, kenal Allah dulu. 

Tahapan Belajar Islam (Ust. Wido Supraha)

Dalam belajar Islam, atau sebagai seorang muslim, pun kita ada tahapan-tahapannya. Ada tangganya, kalo kata Ustaz Wido mah. Pertama itu, belajar Aqidah dulu. Aqidah tuh, mengikat. Maksudnya apa?Mengikat kita pada Allah. Kemudian Tauhid, mengesakan Allah. Hingga muncul keimanan yang kuat. 

Setelah itu, belajar Syariat. Syariat ini ada ibadah, ada muamalah. Ibadah tuh ya hubungan vertikal. antara kita dengan Allah. Muamalah, semacam hubungan horizontal antara kita dengan sesama manusia. Ketika sudah clear, kita akan naik ke tangga terakhir, yaitu Akhlak. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia”. [HR. Ahmad, Hakim, dll] 

Siklus Kehidupan Seorang Muslim (Ust. Wido Supraha)

Dalam siklus tumbuh kembang manusia, Rasul pernah bilang, bahwa usia umatnya rata-rata 60-70 tahun. Rasul sendiri, wafat di usia 63 tahun. Terus coba deh kita lihat, Rasul jadi Nabi, usianya 40 tahun. Aku dapet pencerahan lagi nih dari penjelasan Ustaz Wido. 

Anggepannya, siklus hidup tuh kayak per 20 tahun. Awalnya usia 0, kita tuh "jahil" atau gak tau apa-apa. Kemudian di usia 20 tahun pertama, adalah masa-masa emas untuk menuntut ilmu. Sehingga kita menjadi orang yang "Alim" atau memiliki pengetahuan. Sehingga, berkaitan dengan pendidikan, seyogyanya di usia 20 ini udah selesai tuh pendidikan soal Aqidah/Tauhid-nya. Usia 20 tahun tuh udah harus jadi orang yang mandiri. 

Kemudian 20-40 tahun, usia-usia yang cocok untuk mengamalkan ilmu, sambil tetap menuntut ilmu, ya. Kita mulai masuk usia-usia bekerja kan tuh. Di sinilah kita menjadi orang yang "Fahim" alias memahami ilmu. 

Hingga di paruh akhir, usia 40 sampe 60-an sampai wafat, waktunya kita untuk membagikan hikmah atau pelajaran-pelajaran dari pengalaman hidup kita. Tentu sambil tetap menuntut ilmu dan mengamalkan ilmu, ya. Kita menjadi orang yang "Faqih" alias ahli. Inilah keniscayaan dalam pandangan hidup seorang muslim. 

Sebagaimana Allah berfirman dalam surat At-Taubah ayat 122, "Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." 

Perhatikan, "memperdalam pengetahuan mereka tentang agama." Inilah konsep tafaqquh fid-diin. Hal yang harus kita capai di paruh ketiga dalam hidup kita. 

Maka dari itu, aku yakin, jika kita memandang dunia dari perspektif Islam, mempelajari Alquran dengan pemahaman yang utuh, memiliki tauhid dan keimanan yang kuat, maka kita akan tenang dalam menjalani hidup. Kita akan berani untuk memilih. Berani, karena kita pahami setiap konsekuensi dari segala pilihan yang ada. Kita mengenal Allah dengan baik, sehingga In syaa Allah, apapun masalah yang muncul dalam hidup, semua akan terasa ringan. 

Tulisan ini merupakan tugas mata kuliah Islamic Worldview yang diampu oleh Al-Ustaz Dr. Wido Supraha.Dikerjakan oleh Bagja Nugraha, mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam, Sekolah Pascasarjana, Universitas Ibn Khaldun Bogor.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar