Tangerang
Selatan - Ratusan sivitas akademika dari berbagai institusi menghadiri Seminar
Nasional Kesehatan Masyarakat "Electronic Nicotin Delivery System (ENDS):
It Ends Your Life Slowly" yang diselanggarakan oleh mahasiswa program
studi Kesehatan Masyarakat, di Aula Fakultas Kedokteran dan Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Jakarta pada Sabtu, 4 Februari 2016.
Koordinator
Acara Seminar Nasional, Balqis Hafidhah, mengungkapkan bahwa seminar ini
diselenggarakan karena adanya keresahan terhadap tren rokok elektronik. Rokok
elektronik dianggap sebagai sesuatu yang normal oleh masyarakat, bahkan
dianggap lebih gaul dari rokok biasa. "Kami berharap dengan adanya seminar
ini terjadi perubahan sikap dan perilaku masyarakat, bahwa rokok elektronik
pada dasarnya tidak sama sekali lebih aman dari rokok biasa dan mau berhenti
serta berperilaku hidup sehat," ungkap Balqis.
Agenda
diawali dengan keynote speech dari dr. Theresia Sandra Diah Ratih, M.HA yang
mewakili Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Beliau mengungkapkan
kekhawatiran tren kenaikan prevalensi perokok anak dan remaja di Indonesia.
"Peningkatan jumlah perokok anak akan membuat bonus demografi menjadi
bencana demografi," ungkapnya. Beliau berharap kepada teman-teman generasi
muda untuk menjadi agen perubahan bagi lingkungannya; dimulai dari merubah
kebiasaan orang merokok dengan mengajak untuk berhenti merokok.
Narasumber
pertama, Dr. Farrukh Qureshi dari WHO menyampaikan penjelasan akan dampak dari
pemakaian rokok elektronik. Sebagaimana berbahayanya rokok biasa, rokok
elektronik juga memiliki kandungan nikotin yang bersifat adiktif dan dapat
meracuni tubuh. Selain itu, tidak terdapat cukup bukti untuk mengatakan bahwa
rokok elektronik efektif sebagai alat untuk berhenti merokok. Juga sudah banyak
berita yang melaporkan kecelakaan yang disebabkan oleh meledaknya rokok
elektronik.
Dalam
sisi regulasi, penggunaan rokok elektronik juga dapat mengintervensi kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok yang sudah ada. Bahkan penggunaan rokok elektronik nampak
sebagai legitimasi untuk menormalisasi kebiasaan merokok. Dr. Farrukh
menyampaikan, WHO menyarakan kepada pemerintah sebagai pengambil kebijakan
untuk melakukan pengendalian terhadap rokok elektronik; beberapa di antaranya
dengan cara menghentikan iklan dan promosinya, melarang klaim tanpa bukti akan
kebaikan kegunaannya bagi kesehatan serta penerapan pajak bagi rokok elektronik
tersebut. "Negara-negara Gulf Countries sudah banyak melakukan pelarangan
peredaran rokok elektronik," ungkap beliau.
Narasumber
kedua, Dra. Dewi Prawitasari Apt. M.Kes dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) menyampaikan bahwa pihaknya saat ini sedang mengembangkan alat untuk
dapat mendeteksi lebih tepat apa saja bahan-bahan yang terkandung dalam rokok
elektronik. Selain itu pula, rokok elektronik berpotensi untuk disalahgunakan
dengan memasukan niktoin berlebih atau bahan ilegal seperti mariyuana, heroin
dan sejenisnya. Di Asia Pasifik, rokok elektronik dilarang beredar di Jepang,
Malaysia, Singapura, Taiwan dan Thailand. "Di Indonesia, pemerintah masih
membahas penyusunan regulasi yang tepat terkait rokok elektronik,"
paparnya.
Narasumber
ketiga, Munayah Fauziah, S.KM, M.Kes dari Universitas Muhammadiyah Jakarta
menyorot ketersediaan yang begitu mudah untuk mendapatkan rokok elektronik di
toko-toko online; di mana banyak klaim-klaim sepihak yang menyatakan bawha
rokok elektronik lebih sehat dari rokok biasa. Beliau juga menyampaikan bahwa
rokok elektronik bukanlah solusi tepat untuk terapi berhenti merokok.
"Satu-satunya cara terbaik untuk berhenti merokok adalah dengan melepaskan
diri sepenuhnya dari rokok," jelasnya.
Salah
seorang peserta, Elfi Handayani yang berasal dari UIN Syarif HidayatullahJakarta, mengaku senang bisa menghadiri Seminar Nasional ini. "Saya senang
karena bisa mendapatkan informasi-informasi yang benar dari para ahli terkait
apa dan bagaimana rokok elektronik itu," ungkapnya. Acara juga dimeriahkan
dengan hiburan stand up comedy dan pembagian doorprize.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar