Assalamualaikum
:)
Apa kabar
kawan-kawan? Lama gak berjumpa disini ya :’)
Maap nih.
Sempat terlena dengan rasa malas buat ngupdate >_< *getok*
Mohon
dukungan, supaya gewe bisa tetep terus berbagi inspirasi lewat blog ya :”D
Kali ini,
gewe mau share isi makalah Ilmu Uslub gewe, mengenai Kalilah wa Dimnah beserta
Sejarah Hidup Ibnu al-Muqaffa.
Gewe
ambil bahannya dari Ensiklopedia Agama Islam.
Cekidot!
KALILAH
WA DIMNAH. Hikayat pancatantra (lima cerita fabel/dongeng perumpamaan
yang digubah dalam bentuk cerita berbingkai) dalam versi Arab, terjemahan
seorang sastrawan muslim kenamaan, Ibnu al-Muqaffa. Buku ini mengandung
pelajaran dan nilai-nilai akhlak yang tinggi. Sebagian besar ajaran tersebut
diungkapkan dalam bentuk dialog antara sesama binatang yang menjadi
tokoh-tokohnya.
Kalilah
dan Dimnah adalah dua ekor anak serigala yang menjadi tokoh utama dalam cerita
pertama. Mereka pintar dan bijaksana. Nama kedua tokoh telah berubah. Dalam
buku aslinya yang ditulis dalam bahasa Sanskerta, keduanya bernama Karataka dan
Damanaka. Dalam terjemahan bahasa Suriah kuno menjadi Kalilag dan Damnag.
Karya
asli hikayat ini terdiri dari lima cerita, yaitu “Hikayat Singa dan Lembu”, “Hikayat
Burung Tekukur”, “Hikayat Burung Hantu dan Burung Gagak”, “Hikayat Kera dan
Buaya”, dan “Hikayat Seorang Alim dan Istrinya”. Kelima hikayat ini ditulis
oleh seorang brahmana bernama Baidaba. Kemudian atas perintah Raja Khusraw
Anusyirwan (531-579) dari Dinasti Sasanid, Barzawaih (sastrawan Persia
nonmulism) menerjemahkannya ke dalam bahasa Persia (Iran) dengan menambahkan
beberapa judul cerita. Tiga di antaranya dikutip dari kitab Mahabharata XXI.
Selebihnya adalah karyanya sendiri, antara lain berjudul “Pendahuluan”, “Tabib
Barzawaih”, “Seorang Alim dan Tamunya”, “Sebuah Kaca dan Seorang Brahmana”,
“Seorang Pelancong dan Tukang Emas”, serta “Anak Seorang Raja dan
Kawan-kawannya”. Karya Barzawaih diterjemahkan oleh Ibnu al-Muqaffa ke dalam
bahasa Arab dengan menambahkan lagi sembilan judul tulisannya sendiri.
Dalam
pengantarnya, Ibnu al-Muqaffa menguraikan latar belakang Baidaba menulis karya
ini. Setalh ditaklukkan oleh raja Macedonia, Alexander Agung, India diperintah
oleh seorang raja yang zalim. Karena merasa prihatin terhadap penderitaan
rakyat, Baidaba menghadap raja dan menasihatkan agar ia bersikap adil dan
bertindak manusiawi. Raja murka lalu memenjarakannya. Namun raja kemudian
menyesali tindakannya. Sebagai gantinya, Baidaba diangkat menjadi wazir
(perdana menteri)-nya setelah ia dibebaskan. Baidaba memerintah dengan adil,
sehingga membuat raja kagum. Lalu raja memintanya untuk menulis buku pedoman
dalam hal pemerintahan. Oleh karena itu, secara keseluruhan tema tulisannya
adalah nasihat-nasihat kepada penguasa dalam memerintah rakyat, dengan bahasa
yang ringkas dan jelas.
Karya ini
pertama kali diterbitkan di Paris pada tahun 1816 dan di Mesir pada tahun 1248
H yang kemudian dicetak ulang pada tahun 1249 H dan 1251 H. Salah satu versi
naskah diterbitkan oleh Louis Syaikhu (penerbit buku-buku sastra) di Beirut
pada tahun 1904 dan dicetak ulang pada tahun 1908, 1922, 1923, dan 1960. Versi
lainnya diterbitkan oleh Muhammad Hasan Na’il (penulis dan penerbit buku-buku
sastra) di Cairo pada tahun 1912, 1927, dan 1934. Sementara itu pada tahun 1941
Dr. Abdul Wahhab (sastrawan Arab) menerbitkan satu versi yang lebih tua.
Selanjutnya, karya ini diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, antara lain
bahasa Yunani, bahasa Spanyol, bahasa Turki, bahasa Italia, bahasa Rusia,
bahasa Inggris, bahasa Melayu, bahasa Jawa, dan bahasa Latin.
Karya
Ibnu al-Muqaffa ini berpengaruh besar dalam sejarah perkembangan kesusastraan
Islam, baik dalam bahasa Arab, Persia, Turki, maupun Urdu. Sejak itu gaya
penulisan prosa yang menggunakan dialog dan kehidupan binatang sebagai latar
belakangnya tumbuh dan berkembang membawa pesan yang bertujuan memperbaiki
perilaku manusia dengan semangat dan nilai-nilai keislaman.
Pada
zaman Khalifah al-Ma’mun, Sahl bin Harun (sastrawan Arab) menulis cerita dengan
judul Anak Serigala dan Menjangan dan pada masa Harun ar-Rasyid, Ali bin
Daud (sastrawan Arab) menulis cerita dengan judul Macan dan Musang. Abu
al-Ala’ al-Ma’arri (w. 499 H/1059 M; penyair Arab yang termahsyur) juga menulis
beberapa judul, di antaranya al-Qaif. Penulisan dengan gaya tersebut
juga dijumpai dalam karya sastra Arab modern. Ahmad Syauqi, bapak sastra Arab
modern, menulis asy-Syauqiyyat (yang memuat syari Ahmad Syauqi) yang
diterbitkan pertama kali pada tahun 1898. Ibrahim al-Arabi (sastrawan Arab)
juga menulis prosa dengan judul Adab al’Arab (Sastra Arab) yang
diterbitkan pada tahun 1911 dan 1913.
IBNU AL-MUQAFFA, ABU MUHAMMAD (102-139
H/720-756 M). Pengarang Arab berkebangsaan Persia. Sebelum memeluk agama Islam,
ia bergelar Abu Amr. Ia orang pertama yang menerjemahkan karya-karya sastra
tentang kebudayaan India dan Persia ke dalam bahasa Arab dan merupaka orang
pertama yang melahirkan karya prosa berbahasa Arab. Ayahnya, al-Mubarak,
mendapat kepercayaan dari penguasa, al-Hajjaj bin Yusuf, untuk memungut pajak
di wilayah Irak dan Iran. Karena ia melakukan tindakan penyalahgunaan hasil
pajak tersebut, maka ia dihukum potong tangan. Sejak itulah nama belakangnya
mendapat tambahan al-Muqaffa yang berarti orang yang terpotong
tangannya. Gelar inilah yang kemudian menjadi nama anaknya, Abu Muhammad ibnu
al-Muqaffa.
Dalam sejarah kariernya, Ibnu
al-Muqaffa menjabat sebagai sekretaris gubernur Bani Abbas di Kirman, di mana
ia mendapat banyak kesempatan dan keberuntungan. Ketika Khalifah Abu Ja’far
al-Mansur menyuruhnya membuat konsep surat perjanjian antara dia dan
saudaranya, Abdullah bin Ali, yang melakukan pemberontakan, ia membuat beberapa
pernyataan yang tidak menyenangkan bagi khalifah. Tindakan Ibnu al-Muqaffa ini,
sudah barang tentu, mengundang kecurigaan dan kemarhaan Khalifah al-Mansur.
Khalifah al-Mansur memerintahkan Sufyan bin Mu’awiyah al-Muhallabi, gubernur
Basra, agar melenyapkan sekretaris yang dinilai angkuh ini. Tepat di penghujung
tahun 138 H/756 M Ibnu al-Muqaffa dieksekusi secara tragis. Sebagian orang
memandang bahwa eksekusi atas diri Ibnu al-Muqaffa tersebut terjadi karena ia
dipandang sebagai kaum zindik*. Akan tetapi, bagaimanapun juga, peristiwa tragis
itu lebih dilatarbelakangi oleh faktor politis dan sentimen pribadi ketimbang
faktor agama.
Meskipun masa hidupnya relatif
singkat, yaitu 30 tahun, Ibnu al-Muqaffa telah meninggalkan hasil terjemahan
dan karya orisinal yang tidak sedikit jumlahnya. Namun hanya sebagian kecil
dari karyanya tersebut yang masih ada hingga sekarang. Itu pun masih diragukan
keaslian dan kebenarannya. Di antara karya tersebut adalah kitab Kalilah wa
Dimnah atau Kalilah dan Dimnah (Yang Tumpul dan Keras) yang diterjemahkan
oleh Ibnu al-Muqaffa dari bahasa Pahlavi ke dalam bahasa Arab. Kitab ini
merupakan kumpulan dongeng-dongeng India yang berasal dari Pancatranta dan Tantrayana yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Pahlavi pada zaman Anusyirwan. Ia juga menerjemahkan kita Khudainama
dari bahasa Pahlavi, yang dalam bahasa Arabnya diberi judul Siyar Muluk
al-‘Ajam (Kehidupan Raja-Raja Non-Arab). Di samping karya terjemahan, Ibnu
al-Muqaffa juga mempunyai karya-karya orisinal sebagai ide dan pemikirannya
sendiri. Di antara karya orisinal tersebut adalah kitab ad-Durrah al-Yatimah
fi Ta’ah al-Muluk (Mutiara Terbaik dalam Mematuhi Raja), al-Adab
as-Sagir (Sastra Kecil), al-Adab al-Kabir (Sastra Besar), dan
beberapa risalah kecil lainnya.
*ZINDIK (Ar. =
kotoran yang membahayakan; bentuk jamaknya: zanadiqah). Golongan atau
orang yang membuat penyimpangan dalam menafsirkan nas-nas Al-Qur’an dan hadis.
Istilah zindik juga dinisbahkan kepada orang-orang yang anti agama, yang karena
penyimpangannya dalam menafsirkan nas-nas agama maka mereka merusak kehidupan
agama dan negara. Sering pula istilah zindik diartikan untuk orang-orang yang
pada lahirnya Islam, tetapi pada batinnya kafir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar