Ikhwan as-Safa adalah organisasi gerakan
politik-keagamaan, didirikan pada abad ke-4 H/10 M di kota Basra. Disebut juga Bethren
of Purity, Khullan al-Wafa, Ahl al-‘Adl, Abna’ al-Hamdi, atau dengan
sebutan singkat Ikhwanuna, atau juga Auliya’ Allah. Organisasi
ini berasal dari Syiah Ismailiah yang terlibat dalam propaganda politik secara
rahasia sejak meninggalnya imam mereka, Isma’il bin Ja’far as-Sadiq, tahun 760
M. Ketika Syiah menjadi mazhab penguasa, kelompok ini muncul ke permukaan meski
tetap mempertahankan kerahasiaan gerakannya.
Ada yang mengenal kelompok ini sebagai ikatan
para pemikir (intelektual) yang menyebarkan filsafat dan sains dengan cara
memadukan syariat Islam dengan filsafat Yunani. Namun demikian, Ahmad Amin
(sejarawan Mesir dan peneliti tasawuf) mengatakan, “Gerakan Ikhwan as-Safa
adalah untuk mendukung politik rezim Bani Buwaihi.”
Cakupan pemikiran filsafat Ikhwan as-Safa
meliputi bidang-bidang berikut:
(1) Ilmu. Aktivitas akal ada dua, ilmu dan ciptaan. Bagi
Ikhwan as-Safa, seseorang bisa memiliki potensi, tetapi potensi tidak akan bisa
aktual tanpa bimbingan guru. Selain itu, mereka memandang bahwa ilmu yang
diketahui manusia datang dari tiga jalan: pancaindera, argumen, dan perenungan
akal. Ketiga jalan ini merupakan tahapan ilmu yang sederhana dan dapat sampai
kepada makrifat Allah dengan syarat Zuhud (ascetis) dan amal saleh.
(2) Matematika. Matematika
adalah tahapan pengetahuan yang harus dilalui oleh seseorang yang ingin
mempelajari filsafat. Mereka memandang angka-angka mempunyai makna sakral pada
semua bilangan. Angka satu merupakan prinsip dasar dari segala yang baik, yang
materiil atau yang maknawi. Tujuan dari ilmu hitung dan ilmu ukur adalah
membimbing jiwa melepaskan diri dari yang inderawi menuju kepada yang falsafi,
yaitu melihat planet-planet. Bagi Ikhwan as-Safa, bintang-bintang di langit
dapat meramalkan kejadian pada masa yang akan datang.
(3) Mantik
(logika). Mantik dapat meningkatkan kemampuan jiwa dengan nalar yang tinggi
untuk mencapai wujud metafisik. Dengan mantik jiwa dapat dipahami filsafat
ketuhanan. Menurut Ikhwan as-Safa, jenis (genus), spesies (an-nau’),
dan person (asy-syakhs) menunjuk kepada materi, sedangkan al-khaslah (perangai)
dan al-‘ard (hal-hal yang melekat kepada zat) menunjuk kepada makna.
Untuk dapat memahami kategori-kategori itu, diperlukan sistematika, uraian (at-tahlil),
definisi (al-hadd), dan argumentasi (al-burhan).
(4) Metafisika. Ikhwan
as-Safa berpendapat bahwa alam semesta adalah emanasi Tuhan melalui akal dengan
rentetan (a) akal aktif, (b) jiwa universal, (c) materi pertama, (d) potensi
jiwa universal, (e) materi absolut, (f) alam falak, (g) unsur-unsur alam yang
lebih rendah, dan (h) objek-objek gabungan dari mineral, tumbuh-tumbuhan, dan
hewan. Delapan mahiyah ini ditamah dengan wujud Allah yang satu sebagai
Zat Mutlak menjadi sembilan. Selanjutnya dikatakan, segala sesuatu yang berupa
materi, bentuk, substansi, atau ‘ard. Substansi yang pertama adalah
materi dan bentuk, dan ‘ard yang pertama adalah tempat, gerak dan zaman.
(5) Jiwa. Jika
alam semesta sebagai bentuk makro dari manusia, maka manusia merupakan bentuk
mikro dari alam. Jiwa manusia berasal dari pancaran jiwa universal (jiwa alam).
Jiwa-jiwa manusia secara keseluruhan merupakan jauhar (manusia absolut).
Jiwa manusia secara bertahap berkembang menjadi akal, jiwa manusia mempunyai
potensi berpikir (an-natiqah) yang dapat menangkap pengetahuan yang
menjadi esensi dari kehidupan jiwa. Jadi, jiwa mempuyai indera lahir dan indera
batin. Indera lahir menangkap objek-objek yang lahir. Objek inderawi ini
kemudian membentuk imajinasi pada bagian otak. Kemudian meningkat pada
kemampuan afektif pada bagian tengah otak, kemudian ke memori pada bagian
belakang otak, dan kepada pengungkapan pikiran kepada orang lain, baik secara
lisan maupun tulisan.
(6) Filsafat
Agama. Ikhwan as-Safa, seperti dikemukakan di atas, ingin memadukan
filsafat agama. Tetapi, karena secara intelektual kemampuan manusia antara satu
dan lainnya tidak sama, ada yang awam (biasa) dan ada yang tertentu (khusus),
maka upaya ini sulit diwujudkan. Bagi mereka, ungkapan-ungkapan Al-Qur’an yang
bersifat inderawi hanya cocok untuk golongan awam, dan bagi orang yang memiliki
pengetahuan yang tinggi, hal itu harus di-takwil-kan.
(7) Moral. Ukuran
baik dan buruk menurut Ikhwan as-Safa ditentukan oleh akal. Perbuatan dipandang
terpuji apabila dikerjakan secara bebas atas kehendak sendiri, dan menjadi
utama manakala didasarkan kepada logika akalnya. Kehidupan rohani dan zuhud
menjadi prinsip hidup mereka. Karena itu, mengerjakan kewajiban yang berasal
dari wahyu dapat mencapai alam malaikat, tetapi jiwa merindukan yang lebih
tinggi dari tiu. Di sini cinta dipandang sebagai puncak keutamaan, yaitu cinta
yang menghasilkan ekstase dan manifestasinya adalah pada kesabaran yang penuh
rida dan ketakwaan.
Marguet menyebutkan bahwa Rasail Ikhwan
as-safa wa Khullan al-Wafa (Surat-surat Ikhwan as-Safa dan Khullan al-Wafa)
adalah karya Ikhwan as-Safa. Kandungan risalah ini meliputi pemikiran filsafat
dan sains, terdiri dari 52 naskah, disusun menjadi empat kelompok;
(1) Matematika. Terdiri dari empat belas naskah, meliputi
geomteri, astronomi, musik, geografi , seni teoretis dan praktis, moral, dan
logika.
(2) Ilmu Alam dan Fisika. Terdiri dari tujuh belas naskah, meliputi fisika, mineralogi, botani, alam kehidupan
dan kematian, dan batas-batas kemampuan pemahaman manusia.
(3) Sains Pemikiran dan Psikologi. Terdiri dari sepuluh naskah yang meliputi antar
lain metafisika dan pemikiran tentang edar dan waktu, tabiat cinta, dan tabiat
kebangkitan kembali pada hari kiamat.
(4) Ilmu Agama dan Ketuhanan. Terdiri dari sebelas naskah yang meliputi
keimanan dan upacara ritual, peraturan tentang hubungan manusia dengan Tuhan,
upacara-upacara Ikhwan as-Safa, ramalan dan keadaan mereka, entitas (perwujudan)
spiritual dan tindakan (aksi), tipe perundangan politik, takdir, ilmu gaib, dan
jimat. Secara garis besar pemikiran Ikhwan as-safa bersifat liberal, meski tetap ingin memadukannya dengan Islam.
Teks Risalah Ikhwan as-Safa terbit
secara lengkap pertama kali tahun 1305-1306 H/1887-1889 M di Bombay, tahun 1928
di Cairo, kemudian pada tahun 1957 diterbitkan di Beirut. Pengaruh Risalah
Ikhwan as-Safa cukup besar dalam kelanjutan transformasi filsafat Yunani ke
dunia Islam, meskipun mendapat reaksi cukup keras dari golongan agama. Termasuk
juga dari kelompok teolog yang menolak pen-takwil-an Al-Qur’an dan
hadis. Bahkan kalangan filsuf sendiri memandang filsafat yang dikembangkan oleh
Ikhwan as-Safa sebagai aneh dan hanya cocok untuk orang awam.
Ikhwan as-Safa merupakan organisasi Islam
militan yang telah berhasil menghimpun pemikiran-pemikiran mereka dalam sebuah
ensiklopedi, Rasail Ikhwan as-Safa.
Melalui karya ini kita dapat memperoleh jejak-jejak ajaran mereka, baik tentang
ilmu pengetahuan, filsafat, dan agama. Terlepas dari sisi positif dan negatif,
Ikhwan al-Shafa telah menjadi bagian kajian filsafat pendidikan Islam, Filsafat
Islam, bahkan Tafsir Al-Qur’an Esotoris. Inilah yang dapat kita urai, dan masih
banyak yang belum terurai. Wallahu
A’lam.
DAFTAR PUSTAKA
Dewan Redaksi Ensikloped Islam, Ensiklopedi Islam,
Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994.
Website:
http://mirarami.wordpress.com/2009/11/03/ikhwan-al-shafa-sejarah-dan-pemikirannya/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar